top of page

Menggapai langit

Tiba-tiba Fany datang ke kelasku dengan wajah yang panik sambil memukul meja. itu membuatku kaget. Untung saja sedang jam istirahat.

“Elang, gawat!” Ucap Fany dengan nafas yang terengah-engah.

“Apa sih, ga jelas lu, datang-datang malah mukul meja” ucapku kesal.

“Eskul basket kita mau di bubarin!”.

“Apa! Mau di bubarin! Serius lu?” Tanyaku dengan kagetnya mendengar penjelesan Fany.

“iya, gua serius lang!” jawab Fany.

"Ini benar-benar gawat! Hmm, siapa yang memberi tahu kamu Fan, kalo eskul basket mau di bubarkan?" tanyaku

Kenapa harus mendadak seperti ini, padahal kita sedang focus latihan untuk persiapan turnamen. Ucaku dalam hati.

"Aku di beritahu dari anak-anak basket barusan"

"Sekarang mereka ada di mana?" tanyaku

"Mereka sekarang ada di ruang osis"

"Ayo kita pergi kesana"


Kami berdua pergi ke ruang osis untuk mengetahui, mengapa eskul basket mau di bubarkan apa lagi sudah satu bulan mendekati turnamen. Kamipun sampai di depan ruang osis, aku melihat murid-murid dari eskul lain sedang berkumpul di luar pintu. Ku pikir hanya eskul basket saja yang mau di bubarkan ternyata ada eskul lain.

kami masuk ke ruang osis, aku melihat kondisinya agak kacau. Terlihat espresi wajah dari perwakilan eskul lainnya seperti tak menerima sebuah alasan yang di berikan dari ketua osis.


"Dian! tolong jelaskan apa maksudnya ini?” tanyaku

"Elang kamu harus tahu kami tidak memutuskan secara sepihak untuk masalah ini. Kami sudah merapatkan hal ini bersama guru dan kepala sekolah, karna eskul basket tidak memberikan prestasi apa-apa di bandingkan eskul olahraga lainnya pada sekolah. " ucap Ketua osis menjelaskan

"Apa hanya karena itu alasanya, apakah kalian rela membubarkan eskul basket kita ini, Dian!" geramku

"Elang jangan terlalu terbawa emosi" Ucap Fany mencoba menengkan Elang. “Dian kau juga adalah salah satu dari anggota eskul basket, apa kau sudah lupa!” lanjutnya.

"Cukup, ini sudah keputusan kami, untuk eskul yang masuk daftar mulai hari senin depan sudah tidak aktif lagi. Mohon hargai keputusan kami. Sekian dan terimakasih." Ucap ketua Osis


Semua perwakilan eskul pun bubar meninggalkan ruangan osis. Dengan espresi muka yang memperlihatkan kecewaan dari raut wajah mereka. Aku pun tak menerima keputusan yang di lontarkan oleh ketua osis.

Terdengar suara bell masuk berdering, aku berjalan menuju kelas sambil berfikir untuk mendapatkan jalan keluarnya. Sesampai di kelas aku tetap saja memikirkan hal tersebut, itu membuatku tak fokus belajar.

Terdengar suara bell berdering tiga kali, itu menandakan jam pelajaran telah selesai. Aku membersihkan kelas terlebih dahulu sebelum aku menemui temanku fany. Terdengar suara dari luar kelas memanggilku, ketika ku melihat arah keluar ternyata Fajrin.


“Elang, ayo! yang lainnya sudah menunggu di lapangan” Ucap Fajrin

“iya, gua sudah beres nih piketnya, ayo kita pergi” kataku


Kami pun pergi ke lapangan dimana para anggota basket lainnya berkumpul. Ketika ku sampai di lapangan terlihat fany dan yang lainnya sedang berdiskusi, terlihat dari raut wajah mereka tampak serius hingga terjadi sebuah perdebatan.


Aku mendengarkan usulan dari setiap anggota yang berbicara, ada yang memutuskan untuk keluar dari eskul basket, ada yang mengajukan untuk demo pada sekolah supaya eskul basket tidak bubarkan. Bahkan berbagai macam usulan lainnya di keluarkan. Tetap saja masih belum menemukan solusi yang tepat untuk masalah ini.

Hari semakin senja diskusi terus berlanjut, aku memutuskan untuk melanjutkannya besok hari para anggota eskul lainnya perlahan meninggalkan lapangan.


“Lang, apa yang sedamg kamu pikirkan? ayo kita pulang!” Ucap Fany ajaknya

“Aku hanya berfikir jika eskul ini, benar-benar di bubarkan kita tak akan bisa membuktikan pada mereka, bahwa eskul basket kita bisa menjadi yang terbaik.” ucapku

“Iya, aku paham maksud kamu lang, akan tetapi kamu tahu kan kalo sekolah tidak terlalu mensupport eskul basket dari pada yang lain” jawab fany

“Aku akan lakukan sesuatu apapun, agar kita dapat mengikuti turnamen” ucapku sambil memandang langit.

“Kita akan menbantu semampunya, bukan begitu teman-teman” sahut Fajrin

“Benar!” ucap naufal, ridwan, Ipung dan Ari dengan serentak.

“hehe, terimakasih” ucapku sambil tersenyum


-----


Kami pun meninggalkan lapangan sekolah karena hari telah senja, kami berpisah di pertigaan jalan Naufal, Ridwan dan Ipung mengambil arah lain sedangkan aku, Ari dan Fajrin mengambil arah yang satunya, karena arah jalan pulang kami satu arah yang sama.


Beberapa jam kemudian aku sampai di halaman rumahku, fajrin dan Ari melambaikan tangannya sambil mengedarai kendaaraannya. Aku berjalan mendekati pintu terdengar suara kegaduhan di dalam.


Aku bergegas masuk dan apa yang kulihat di dalam sebuah petengkaran sepasang kekasih yang tak lain ialah ayah dan ibuku. Aku mencoba menghentikan petengkaran mereka akan tetapi mereka malah berbalik memarahiku, karena aku dianggap masih terlalu kecil untuk ikut campur urusan orang dewasa.


“Ayah, Ibu tolong hentikan! Apa kalian tidak bosan selalu bertengkar seperti ini terus?” Ucapku mencoba mehentikan petengkaran kedua orang tuanya.

“Elang, lebih baik kamu masuk kamar, jangan ikut campur urusan orang dewasa, karena kamu ini masih kecil tidak tau apa-apa.” Ucap ayahku.

“Ayah, Elang bukan anak kecil lagi!” ucapku geram

Setelah aku berbicara, ayahku langsung menampar keras pipiku, seketika aku terdiam seperti patung tanpa kata-kata seakan bibirku terkunci. Tubuhku bergetar dan aku merasakan jantungku bedetak lebih cepat dari sebelumnya. Aku menundukan kepalaku perlahan.

“ke…. Kenapa!? ayah menamparku! Apa ada yang salah dalam perkataanku.” Ucapku dengan perlahan

“Apa yang kamu lakukan mas?! Kenapa kamu menampar anak kita. Dia tak tahu apa-apa.”ucap ibuku sambil merangkul tubuhku

“Sudah diam, kalian berdua ibu dan anak memang tidak berguna!” ucap ayahku sambil mendorong kami berdua hingga terjatuh ke lantai.


Aku kaget ketika ayahku mendorong kami hingga terjatuh ke lantai. Ku memalingkan wajahku kearah ibu, terlihat ia kesakitan tangan kanannya memegang bahu kiri yang sakit. Aku mendekati ibuku. Aku bingung apa yang harus kulakukan. Aku merangkul ibuku hingga berdiri dan memapahnya hingga ke kamar ibu. Aku melihat ayah pergi keluar sambil membawa minuman berakohol.


-----


Ke esokan harinya aku pergi kesekolah seperti biasa, sebelumnya aku berpamitan pada ibu ku terlebih dahulu.


“Ibu aku pergi sekolah dulu” ucapku sambil mencium tangan kanannya.

“Iya, nak hati-hati di jalan. Belajar yang benar” ucapnya sambil tersenyum.

“Iya, Assalamu’alaikukum” berjalan menuju depan pintu.

Satu jam kemudian aku sampai di depan gerbang sekolah, Terlihat Fajrin dan Ari sedang berdiri di depan gerbang seperti menunggu seseorang,

‘Hai, bro... ngapain kalian disini, biasanya kalian langsung nonggrok di kantin ibu mirnah!”

“eh, lu lang ga tau kita-kita aja” ucap Ari

“bisnis, bro” sahut Fajrin

“ehmm, kalian ini ga pernah berubah, dasar pemburu cinta... haha”

“apa lu bilang!” ucap serentak Fajrin dan Ari

“woy, santai gw bercanda kali, ouh ya kalian jangan lupa nanti habis istirahat kita ngumpul di tempat biasa oke”

“oke,, bos”


Aku pun meninggalkan fajrin dan Ari yang sedang menunggu seseorang di depan gerbang sekolah, setealah itu aku memarkirkan motorku di parkiran sekolah. Tak lama terdengar bell masuk. Aku segera pergi ke kelas suasana diluar pun menjadi hening ketika jam masuk kelas dimulai. Siswa siswi dengan khidmat mendengar penjelasan dari guru, dan mengerjakan tugas baru yang harus di kerjakan. Tetapi ada juga kelas yang tidak disi guru mata pelajarannya, alhasil mereka 'free' damai tanpa belajar. Kelas bahkan gemuruh dibuatnya.


Termasuk kelasku yang ternyata tak disi guru mata pelajaran matematika, bagiku inilah waktu yang tepat untuk berfikir bagaimana eskul basket tidak di bubarkan.


“lang, ayo kita pergi ke kantin lagian kita ga ada guru ini kan! Ucap fajrin mengajakku ke kantin

“benar juga, ya udah,, ayo kita pergi mungkin aja gw punya ide di sana” jawabku sambil beranjak dari kursi.


----


Kami pun pergi ke kantin bukan, karena kabur maupun mendapatkan hukuman tidak boleh masuk kelas, di karenakan tidak ada guru yang masuk, meskipun begitu kami tetap mendapatkan tugas. Sesampai di kantin aku bertemu dengan Naufal dan Ari sedang nongkrong di kantin sambil makan bakso. Kami akhirnya berkumpul dan langsung rapat kecil untuk masalah eskul basket.


“woy, enak banget makan ga bagi-bagi” ucapkku sambil menepak pundak Ari dari belakang.

“anjir, lu mau bikin gw tersendak apa?!” ucap Ari

“maaf, gw ga sengaja lagian lu makan kaya orang kelaparan” ucapku

“tapi, ngomong-ngomong kenapa kalian ada disini?” tanya Fajrin

“ga ada guru, jadinya kita kesini habis bosen di kelas melulu” jawab Naufal sambil mengunyak makanannya.

“ya sudah, ayo kita ngomongin tentang eskul basket nih, kalian udah dapat ide belum?”

Di kantin kami berdikusi tentang bagaiaman menemukan solusinya untuk eskul basket tidak di bubarkan. Tak lama beberapa menit aku menemukan ide untuk solusinya.

“gw udah mentok, ga bias mikir lagi” ucap Fajrin

“gw juga sama pusing, harus mikir apa lagi” ucap Ari dan Naufal

“ah, gw dapet ide, bagaiamana kita mengajukan permohonan agar eskul basket tidak di bubarkan” ucapku

“Ide bagus, kita setuju”

“masih ada waktu untuk jam kedua masuk. Mari kita pergi ruang osis dan bertemu Dian, dia pasti ada disana jam segini.” Ucapku sambil beranjak dari bangku.


Kami berempat pergi keruang osis untuk bertemu Dian yang tak lain ketua osis di sekolah. Kami memutuskan untuk membuat surat permohonan dari para anggota eskul basket untuk tidak di bubarkan. Kami tiba depan di ruang osis, ketika kami hendak masuk aku melihat Dian sedang memainkan bola basket. Dian pun kaget melihat kami.


“kalian’ ucapnya dengan terbata-terbata.

“ada keperluan apa kalian kesini? Tanya Kevin

“kami mau mengajukan permohonan untuk eskul basket dapat aktif kembali agar kami dapat mengikuti turnamen bulan depan.”

“tidak bisa, ini sudah keputusan yang kami buat bersama” ucap Kevin dengan tegasnya.

“apa! Keputusan bersama, emang kalian berdua ga mau bermain basket kembali. Kalian juga masih salah satu anggota basket, meskipun kalian menjadi anggota osis” ucapku

“bukannya kami tidak memihak eskul basket. Tapi..” ucap Dian terpotong

“bilang saja kalian takut, dengar kami akan tetap meminta surat permohonan untuk eskul ini tetap kembali aktif. Ucapku sambil menggeram

“Lang, sabar jangan terbawa emosi” ucap Fajrin dan Ari mencoba menenangkanku.

“kami akan memikirkannya kembali tentang permohonan kalian ini” Ucap Dian

“Dian, lu serius mau menerima permohonan mereka” sahut Kevin

“Iya, bahkan aku mentaruhkan jabatan ku ini, jika bisa”

“jangan asal ngomong lu Dian, gw ga setuju jika jabatan ketua harus di taruhkan demi eskul basket yang tidak ada harapannya lagi. Ketus Kevin tak menerima keputusan Dian.

“gw, serius Kevin, untuk kalian kembalilah ke kelas, aku akan mendiskusikannya dengan anggota osis lainnya.

Kami berempat kembali ke kelas masing-masing untuk menunggu keputusan osis. Sambil berjalan menuju kelas kami berdiskusi tentang langkah selanjutnya,

“Dengar teman-teman kita tak boleh senang dulu, meskipun Dian mencoba membantu kita tapi kita tidak boleh berpangku tangan” ucapku

“benar juga apa yang kamu katakan Elang!” sahut Fajrin

“kita juga tidak boleh diam saja, menyerahkan semua padannya” ujar Naufal.

“bagaimana untuk surat permohonan kita, bukan hannya kepada osis untuk minta persetujannya. Tapi semua eskul di sekolah ini kita minta bantuanya untuk berpatisipasi.” sahut Ari memberi saran.

“ide yang bagus, tumben lu cerdas, hahah” ucapku sambil meledek


-----


Terdengar bell masuk itu menandankan jam pelajaran kedua telah berbunyi. Kami pun masuk kelas masing-masing. Tak lama Jam yang di tunggu-tunggu pun telah tiba. Yaitu jam dimana waktunya pulang sekolah. Para murid berhamburan keluar kelas, tetapi aku tak langsung seperti murid biasa lainnya. Itu karena aku harus berlatih basket bersama teman-teman di belakang halaman sekolah.


Disana Fajrin, Naufal, Ari dan yang lainnya sedang melakukan pemanasan sebelum bermain. Aku langsung bergabung bersama mereka. Kami bermain three on three untuk menguatkan pernafasan, berselang beberapa menit tak di duga Dian dan Kevin datang. Kenapa mereka datang kemari, ucapku dalam hati. Aku menghampiri mereka berdua dan yang lain hanya terdiam melihat kedatangan mereka.


“Ada yang ingin kami beritahu pada kalian terutama kamu Elang. Kami telah mendiskusikan bersama anggota osis lainnya dan keputusann masih belum di setujui, kecuali kalian bekerja sama dengan eskul lainnya. Untuk surat pengajuannya.” Ucap Dian

“Baiklah, dengar teman-teman kita masih ada kesempatan” ucapku

“berati tinggal bagaimana eskul lain mau berpartisipasi bersama kita”Ucap Naufal

“oke, semuanya semangat, kita pasti bisa!” sahut Fajrin memberikan semangat.

“ouh, ya. Thanks udah mau bantu kita” ucapku hmm kalian mau ikut berlatih bersama kami” lanjutku

“Hmm, menyebalkan baiklah kalo begitu” ucap Kevin dengan tersenyum

“Baiklah, lagian gw udh lama ga main lagi” ujar Dian dengan semangatnya


Dengan hati yang senang, kami menikmati latihan basket disore itu. Dan kami pun merasa sangat senang karena bisa latihan bareng sama Dian dan Kevin. Haripun semakin senja, itu tandanya latihan pun sudah selesai. Aku dan kawan – kawan pun bergegas membereskan peralatan kami. Akan tetapi aku dan kawan – kawan tak langsung pulang termasuk Dian dan Kevin. Seperti biasanya kami selalu mengadakan rapat kecil – kecilan sebelum pulang. Untuk mempercepat waktu aku pun memulainya.


“ok,kawan – kawan kita mulai saja rapat ini” ujarku

“ok broo,,,gua udah ga tahan ni pengen dengar isinya.hehe” sahut Fajrin dengan suara kocaknya.

“akh,,, lu mah kaya apa aja ga tahan,haha” jawab Naufal (sambil menepuk pundak Fajrin)

“baiklah, seperti kalian tahu kita harus bekerjasama dengan eskul lainnya untuk membuat surat persetujuan kalo eskul basket ingin di aktifkan kembali.” Ucapku.


Bersambung.....

Recent Posts

See All
-KAMU?

Entah akan selamanya seperti ini atau tidak. Tapi, yang kami tau kami saling menyayangi. Aku bertemu dengannya belum lama tapi aku merasa...

 
 
 

Comments


  • Kertasbogor
  • Kertasbogor
  • Kertasbogor

Follow me

By Kertas © 2017

bottom of page